Rabu, 08 Maret 2017

Teori Konseling

Teori Konseling

A.    Teori Psikoanalisa
Psikoanalisis dapat dipandang sebagai teori kepribadian ataupun metode psikoterapi yang ditemukan oleh Sigmund Freud yang pernah mengalami secara langsung phobia-phobia dan berbagai macam penyakit mental hingga ia dapat mengekslorasikan mengenai makna mimpi-mimpinya sendiri dan menyadari pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.  Hipotesis Freud mengenai teori psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar.  Secara umum teori psikoanalisis dapat dikonsepkan sebagai berikut:
1.      Setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam rangka perkembangan kepribadiannya secara sehat. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan kasih sayang, rasa aman, rasa memiliki, dan perasaan sukses.
2.      Perasaan merupakan aspek yang mendasar dan penting dalam kehidupan dan perilaku anak.
3.      Masing-masing anak berkembang melalui beberapa tahapan perkembangan emosional. Pengalaman traumatik dan deprivasi dapat berpengaruh terhadap munculnya gangguan kepribadian.
4.      Kualitas hubungan emosional anak dengan keluarga dan orang lain yang signifikan dalam kehidupannya merupakan faktor yang sangat krusial.
5.      Kecemasan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dan konflikkonflik dalam diri anak merupakan faktor penentu penting terhadap munculnya gangguan tingkah laku.
B.     Konseling Behavioral
Konseling Behavioral dikembangkan oleh Pahlov melalui hasil-hasil eksperimental dengan operant conditioningnya yang menurutnya berguna untuk memecahkan masalah-masalah tingkah laku abnormal yang sederhana.  Konsep utama dalam konsep behavioral memandang manusia sebagai mekanistik dan hidup dalam alam yang deterministik, dengan sedikit peran aktifnya untuk memilih martabatnya. Perilaku manusia merupakan respons lingkungan  yang menjadi kontrol diri sehingga membentuk pola pola kepribadian.
Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisikondisi belajar. Teori konseling behavioral pada hakekatnya pengimplementasian prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha pemulihan gangguan tingkah laku.
Menurut Apter (1982) asumsi dasar dari model behavioral adalah bahwa : (1) seluruh perilaku manusia dipelajari dan dapat tidak dipelajari melalui aplikasi prinsip-prinsip belajar, (2) perilaku yang tidak tepat dapat diubah (dihapus dan atau diganti dengan perilaku yang lebih dapat diterima) melalui penggunaan prosedur penguatan, dan (3) sangat mungin untuk memprediksikan dan mengontrol tingkah laku apabila seluruh karakateristik lingkungan yang bersangkutan diketahui. Sedangkan menurut Bootzin (Nafsiah, 1996) asumsi tersebut meliputi : (1) bahwa tingkah laku yang ditunjukkan dapat diobservasi, (2) bahwa tingkah laku manusia baik karena pengaruh lingkungan ataupun karena pengalaman dapat diamati dan diukur intensitasnya, (3) bahwa tingkah laku manusia seperti halnya gejala alam lainnya, dapat diramalkan dan dikontrol, dan (4) bahwa belajar merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingkah laku, baik tingkah laku yang normal maupun yang menyimpang.



C.     konseling yang berpusat pada diri
Pelopor dari teori konseling yang berpusat pada diri dipelopori oleh Carl Ransom Roger yang mengatakan teori konseling yang berpusat pada diri berpusat pada klien.  Teori ini menekankan adanya sikap saling menghargai antara klien dan terapis dalam membantu menangani masalah-masalah pribadi dalam mempermudah pengembangan kepribadian.  Dalam teori ini Roges memiliki sebuah pandangan yang optimistik beahwa setiap manusia memiliki tendensi spontan untuk berdiferensiasi, bertanggung jawab atas dirinya sendiri, menentukan jalan hidupnya sendiri, menjadi matang, dan bekerja sama dengan baik. Dengan kata lain secara kodrati memiliki motivasi dasar yang kuat dan terarah untuk mempertahankan, memperkaya, mengembangan, serta mewujudkan diri sepenuh-penuhnya, atau disebut “tendensi aktualisasi”.

D.    Gestalt Therapy
Terapi Gestalt berawal dari pandangan seseorang tidak dapat dipahami hanya sebagian-sebagian, melainkan hanya sebagai organisasi maupun koordinasi yang reintegrasi secara keseluruhan.  Manusia adalah makhluk aktif dan senantiasa berupaya untuk mencapai keseimbangan antara ikatan organisme dengan lingkungannya.  Terapi gestalt merupakan gabungan dari beberapa teori yang berbeda yaitu psikoanalisis, fenomenologis, eksistensialis, dan teori gestalt, dengan tokoh utamanya Frederick S Pearl.
Tujuan utama terapi gestalt adalah membuat klien mampu menerima perasaan dan pikiran-pikirannya, meningkatkan kepercayaan diri, tidak takut dalam menghadapi dan berperan di masa depan, tidak bergantung pada orang lain, serta menyadari diri yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya klien dapat memiliki spontanitas dan kebebasan dalam menyatakan diri dan mandiri.
E.     Rational Emotive Therapy
Pelopor dari teori ini adalah Abert Ellis yang merasa tidak puas dengan teori behavioral.  Teori ini berfilosofi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap persitiwa-peristiwa tersebut.  Dalam teori ini Albert Ellis mengatakan bahwa secara alamiah setiap manusia adalah irasional, mengalahkan dirinya sendiri, sehingga perlu pemikiran dengan cara-cara lain. Ia juga menyatakan bahwa secara alamiah manusia dapat menjadi ”helpful” dan ”loving” sepanjang mereka tidak dapat berpikir rasional. Teori ini bertujuan mengajarkan klien untuk berpikir dan secara personal lebih puas dalam cara-cara merealisasikan pilihan-pilihan antara kebencian diri dan perilaku negatif, meningkat kepada perilaku yang positif dan efisien.

Kesimpulan
            Kesimpulan dari kelima teori mengenai konseling adalah teori ini memberikan wawasan bahwa konseling ditujukan untuk sebuah penyembuhan bagi penderita phobia maupun penyakit yang berkaitan dengan mental seseorang.  Mendorong seseorang untuk dapat menerima setiap hal yang terjadi adalah sebuah proses untuk pengembangan diri menjadi lebih baik dan berkembang.  Teori konseling mengajarkan juga bahwa antara klien dengan pasien adalah sama, harus saling menghargai dan berempati terhadap apa yang dirasakan.  Menurut saya dari semua teori konseling yang ada teori gestalt yang baik untuk diaplikasikan karena teori gestalt bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien dapat memiliki spontanitas dan kebebasan untuk menjadi seorang yang mandiri.

Komunikasi itu... "empati dan yakin"



Gaes apa yang kalian rasakan ketika masuk ruang wawancara ?
Ya bukan wawancara kerja ataupun hal teramat penting yang lain sih.. contoh kecil di kehidupan kampus banyaknya organisasi, himpunan, Ukm maupun komunitas, mahasiswa yang ingin terlihat aktif dan Gak Cuma jadi kup-kupu alias (kuliah pulang kuliah pulang) pastinya ikut tergabung dengan salah satu perkumpulan mahasiswa baik itu perkumpulan berdasarkan hobi atau minat, keorganisasian atau komunitas sosial yang mengarah pada pengabdian masyarakat. untuk kita bisa bergabung di salah satu perkumpulan tersebut kita mesti ngikutin proses, mulai dari persyaratan administratif dan tahap wawancara. Nah! Biasanya nih tahap wawancara ini yang bikin kita tegang banget dan selalu berfikir mau momong apa ketika di tanya nanti. Nah! Kebetulan saya pernah mengikuti empat kali wawancara untuk tergabung dalam suatu perkumpulan organisasi, Ukm (unit kegiatan mahasiswa) dan komunitas yang mengarah pada pengabdian masyarakat. awalnya saya berfikir wawancara dan yang lainnya tersebut hanyalah sebuah formalitas belaka, namun ternyata... fikiran saya salah karena itu semua tetap di nilai dari sikap, cara bicara bahkan kepribadian kita ketika berbicara pun dinilai.  Setelah saya merasakan dari pengalaman berkomunikasi dengan model wawancara, saya jadi berikir apa yang membuat kita diterima adalah ketika kita berempati dengan lawan bicara dengan kita berempati kita dapat memberikan tanggapan yang sesuai dengan keinginan dari lawan bicara kita. Saat ini saya tergabung dengan salah satu organisasi internal kampus, Ukm (unit kegiatan mahasiswa) dan komunitas pengabdian masyarakat dari ketiganya semua proses wawancara yang pernah saya lakukan sangat berkesan semua, saya pernah terbatas-bata ketika memberi tanggapan, saya pernah merasa bingung dengan apa yang ditanyakan dan saya juga pernah berfikir cukup lama agar saya dapat menjawab dengan baik.  Dalam pengalaman wawancara tersebut saya pernah diminta untuk menceritakan isi dari sebuah buku yang pernah saya baca, tentunya itu bukan suatu hal yang mudah juga karena untuk mengingat kembali dari isi buku bukanlah suatu hal yang mudah, selain itu, saya pernah diminta untuk meragakan seorang penjual yang sedang melakukan promosi, menunjukkan bakat yang dimiliki, serta hal yang paling berkesan bagi saya ketika di tanya sebuah pertanyaan yang membuat saya cukup gelagapan dalam menjawab, ketika saya ditanya “APA YANG MEMBUAT KAMI PANTAS UNTUK MENERIMA ANDA UNTUK BERGABUNG BERSAMA KAMI DI ORGANISASI INI/DI UKM INI/DI KOMUNITAS INI?” pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang horor pertama kali terdengar  di telinga saya, saya bingung akan menjawab apa sambil menatap wajah sang pewawancara yang teramat serius menunggu jawaban dari saya, dan disitulah saya sangat merasa bahwasanya mengikuti organisasi, UKM, ataupun komunitas bukanlah untuk menunjukkan sekedar ingin terlihat keren dengan adanya atribut yang dimilki namun harus dengan niat yang lurus dan serius didasari dengan sebuah “pencarian” tentulah pencarian ilmu lebih luas lagi yang dapat mengasah softskill kita.  

Begitulah sepenggalan kisah saya dari sebuah pengalaman komunikasi dengan model wawancara yang sangat berkesan bagi saya, karena lawan bicara bukanlah orang yang biasa-biasa saja dan bukanlah orang yang dikenal.  Namun kunci dalam menghadapinya menurut saya adalah ketika kita dapat berempati dengan lawan bicara dan yakin dengan tanggapan yang kita berikan.  Satu lagi... sebelum kita mengikuti sebuah organisasi ataupun yang lain kita harus mendasarinya dengan niat yang lurus, niat mencari ilmu, karena ketika kita telah bergabung dalam sebuah perkumpulan kita akan dihadapi dengan karakter individu yang berbeda, dan dari situlah kita dapat belajar dan mendapat ilmu baru mengenai komunikasi yang baik kepada siapapun dengan menghindari adanya kesalahpahaman, karena saat ini saya pun merasakan menjadi pewawancara untuk anggota baru yang akan bergabung dengan sebuah organisasi yang saya ikuti, bahwasanya pewawancara benar menilai mengenai kepribadian yang terlihat dari sikap dan cara bicara.